
Sasaka.id, Mataram – 14 Februari 2025 seorang karyawan Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram, Isni Wahyuni, A.Md.Par., mengadukan perlakuan yang dianggap tidak adil setelah menerima Surat Peringatan (SP 3) dari manajemen rumah sakit. Pengaduan ini diajukan oleh kuasa hukumnya, Eva Lestari, A.P., S.H., yang juga menjabat sebagai Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DPD DEPA-RI NTB.
Menurut surat pengaduan yang dilayangkan kepada Ketua Yayasan STIKES YARSI, Isni Wahyuni yang telah bekerja selama 26 Tahun sebagai staf Unit Gizi, menerima SP 3 setelah mengalami serangkaian insiden terkait masalah pribadi dengan seorang pihak luar, Margaret Umbara. Insiden bermula ketika Margaret datang ke rumah sakit dan menagih hutang yang menurut Isni sudah dilunasi. Peristiwa ini berujung pada keributan di dalam area rumah sakit.
Meskipun Isni Wahyuni telah melaporkan Margaret ke Polres Mataram atas dugaan pencemaran nama baik dan gangguan ketertiban umum, rumah sakit justru memberikan sanksi kepada Isni dengan dalih telah menyebabkan gangguan di lingkungan kerja. Bahkan, upaya meminta perlindungan dari rumah sakit agar pihak luar tidak masuk tanpa izin tidak mendapatkan tanggapan positif.
Dalam surat aduannya, kuasa hukum Isni Wahyuni mempertanyakan kebijakan rumah sakit yang membiarkan pihak luar masuk dan mengganggu karyawan yang sedang bertugas. Eva Lestari juga menyoroti perlunya perlindungan bagi tenaga kerja, merujuk pada berbagai regulasi, termasuk UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan rumah sakit menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien serta tenaga kerja.
Kuasa hukum Isni juga menegaskan bahwa pemberian SP 3 ini berpotensi melanggar hak-hak karyawan dan menciptakan preseden buruk bagi perlindungan tenaga medis. Oleh karena itu, pihaknya meminta klarifikasi dari manajemen rumah sakit terkait alasan pemberian SP 3 dan menuntut kebijakan yang lebih berpihak pada perlindungan karyawan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram terkait pengaduan ini. Namun, kasus ini telah mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, Polres Mataram, Ombudsman RI NTB, dan media lokal.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut perlindungan tenaga kesehatan yang bekerja di fasilitas pelayanan publik. Apakah rumah sakit akan meninjau ulang keputusan mereka? Publik menantikan kejelasan dari pihak manajemen terkait kasus ini. (ms)