DPRD Lombok Utara Soroti Dampak Mutasi Guru Terancam Kehilangan Tunjangan Sertifikasi

Sasaka.id, Lombok Utara – Kebijakan mutasi guru yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara menuai sorotan dari kalangan legislatif. Anggota DPRD Lombok Utara dari Fraksi Gerindra, Artadi, S.Sos, menilai langkah tersebut berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap keberlanjutan tunjangan sertifikasi sejumlah guru, terutama yang berstatus guru tidak tetap (GTT).
Menurut Artadi, penempatan kembali sejumlah pejabat ke posisi guru di berbagai sekolah menyebabkan jumlah tenaga pendidik di lapangan kini menjadi berlebih. Kondisi itu berdampak pada pembagian jam mengajar yang tidak merata antar guru.
Guru-guru ASN, P3K, dan GTT sekarang banyak yang harus berbagi jam mengajar karena di setiap sekolah jumlahnya sudah sangat penuh, bahkan ada yang kelebihan, ungkap Artadi, Rabu (15/10/2025).
Ia menjelaskan, situasi ini membuat para guru bersertifikasi—terutama dari kalangan GTT—terancam kehilangan tunjangan sertifikasi. Sebab, untuk mempertahankan sertifikasi, guru wajib memenuhi minimal 24 jam tatap muka per minggu. Dengan berkurangnya jam mengajar akibat kelebihan guru, syarat tersebut sulit dipenuhi.
Kalau ASN dan P3K memang masih tetap mendapat gaji, tapi yang kasihan itu guru-guru GTT yang menggantungkan pendapatan dari sertifikasi. Kalau jamnya tidak cukup, sertifikasinya bisa putus, tegasnya.
Sebagai contoh, ia menyebut di SDN Jenggala 2, jumlah guru olahraga kini menjadi tiga orang setelah adanya tambahan guru hasil mutasi. Padahal, sebelumnya dua orang guru sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah.
Sekarang malah bertambah satu lagi, jadi tiga orang. Yang dirugikan tentu guru GTT bersertifikasi karena jamnya berkurang, ujarnya.
Artadi pun meminta pemerintah daerah meninjau ulang kebijakan mutasi tersebut agar tidak menimbulkan efek domino terhadap kesejahteraan guru, khususnya mereka yang berstatus GTT bersertifikasi.
Kami sangat menyayangkan kenapa mutasi harus mengembalikan pejabat ke posisi guru, sementara jumlah guru di sekolah sudah lebih dari cukup. Kebijakan ini perlu dikaji ulang agar tidak ada pihak yang dirugikan, tutupnya. (ms)